di/men-cin(tai)-mu/nya

Teringat percakapan dengan seorang teman dalam perjalanan pulang dari bandara. Perjalanan yang sunyi karena saya hanya menatap jalan dan dia menatap langit.Langitnya begitu indah; senja yang memerah

Seperti ucapan perpisahan yang ingin diingat

Dia menatap nanar dalam merah langit sepanjang jalan. Setelah melepas kekasihnya pergi untuk dua belas purnama, atau lebih

Percakapan mengalir tentang hal yang tersirat dalam ucapan selamat jalan. Saya bertanya tentang janji yang ditinggalkan. Baginya long distance itu ibarat upil, lebih menyerupai omong kosong

“You cannot feel her anymore..”

dan komitmen itu sedikit lebih besar dari upil; tai kuning.​

Baginya tidak ada rasa yang bertahan ketika yang kau cintai tak bisa kau rengkuh.

“Selama ini kalau saya sibuk kerja, pasti kalau sudah selesai saya cari dia. Habiskan waktu bersama

Kalau ada apa-apa saya cari dia, dia juga begitu. Kita sama-sama mengisi. Kalau sedih dia selalu ada, saya juga begitu

Sekarang dia jauh. Segala-galanya bakalan beda.”

Saya termenung sejenak selama perhentian traffic light. Menelaah perkataan sederhana untuk didengarkan. Lalu entah mengapa hatiku membenarkan sesuatu perihal itu. I’m thingking about you. Batinku.

“Now, I know.”

Leave a comment